majdzub

majdzub
ypp duA

Sunday, February 5, 2012


وظيفة يومية لسادات القادرية والنقشابندية

ذكر جهر

1.   أستغفر الله الغفور الرحيم  3x
2.   اللهم صل على سيدنا محمد وعلى اله وصحبه وسلم 3  x ,
3.   رابطة :
4.   لأ اله الا الله  3  x  , لأ اله الا الله  -162 x ,  سيدنا محمد رسو ل الله صلى الله عليه وسلم  .
5.   اللهم صل على سيدنا محمد صلاة تنجينا بها من جميع الأهوال والأفات وتقضي لنا بها جميع الحاجات وتطهرنا بها من جميع السيئات وترفعنا بها عندك أعلى الدرجات وتبلغنا بها أقصى الغايات من جميع الخيرات فى الحيات وبعد الممات.  
  

ذكر خفي

6.   الى  حضرة النبي المصطفى محمد صلى الله عليه وسلم وعلى اله وأصحبه وأهل البيت الكرام شيء لله لهم الفاتحة x 1
7.   ثم الى حضرة مشايخ اهل سلسلة القادرية و النقشابندية خصوصا الى حضرة سيدناالشيخ عبدالقادر الجيلانى  وابى القاسم جنيدي البغدادي  قدس الله سره وائمة المجتهدين شيئ لله لهم الفا تحة 1 x
8.   ثم الى حضرة أباءنا وامهاتنا ولكافة المسلمين والمسلمات لهم الفا تحة
9.   أستغفر الله ربي من كل ذ نب وأتوب اليك 5x
10.       بسم الله الرحمن الرحيم . قل هو الله احد . الله الصمد . لم يلد ولم يولد . ولم يكن له كفوا احد. 3x.
11.       اللهم صلى على سيدنا محمد وعلى ال سيدنا محمد , كماصليت على سيدنا أبراهيم وعلى ال سيدنا ابراهيم , وبارك على سيدنا محمد وعلى ال سيدنا محمد كما باركت على سيدنا ابراهيم وعلى ال سيدنا ابراهيم فى العالمين انك حميد مجيد .
12.       رابطة
13.       الله . الله . ألله   1000  x
14.       الهى أنت مقصودى  ورضاك مطلوبى اعطنى محبتك ومعرفتك 
التلقين والمبايعة   من .......................

 د . ر. الحاج حارس الدين عاقب المرشيد

وظيفة أسبوعية للاخوان أهل الطريقة  القادرية والنقشابندية
(خصوصية _ خاتما خواجكية)
1.          الصلوات
2.          صلاة الضحى : أربع ركعات | سلامين
نية : أصل سنة الضحى ركغتين اماما | مأموما لله تعالى
بعد الفاتحة 1. سورة الضحى . بعد الفاتحة 2 سورة الاخلاص.
بعد الفاتحة 1 سورة الكافرون . بعد الفاتحة 2 سورة الاخلاص.
بعد السلام  دعاء :  اللهم ان الضحى ضحى ؤك , والبهاء بهاؤك , والعصمة عصمتك, والجمال جمالك , والقدرة قدرتك : اللهم ان كان رزقنا فى السماء فأنزله , وان كان فى الأرض فأخرجه, وانكان معسرا فيسره , وان كان قليلا فكثره , وان كان كثيرا فبارنه , بحق ضحائك وبهائك وجمالك وقوتك وعصمتك أتينا ما أتيتك عبادك الصالحين.

3.          صلاة التوبة : ركعتين
نية : أصل سنة التوبة ركعتين اماما | مأموما لله تعالى
بعد الفاتحة 1 سورة نصر . بعد الفاتحة 2 سورة الاخلاص.
بعد السلام استغفار : أستغفر الله العظيم , الذي لااله الا هو الحي القيوم وأتوت اليك, توبة عبد
.... لايملك لنفس ضرا ولا نفعا ولاموتا ولا حياة ولانشورا. 28 مرة.

4.          صلاة التسبيح : أربع ركعات
 نية : أصل سنة التسبيح ركعتين اماما |مأموما لله تعالي
بعد الفاتحة 1 سورة الكافرون . بعد الفاتحة 2 سورة الاخلاص.
بعد الكافرون  التسبيح 15 مرة. بعد التسبيح الركوع التسبيح 10 مرات , بعد التسبيح الاعتدل  التسبيح 10 مرات .



Tatacara  bai’at thoriqoh qadiriyah

1.             Syekh membaca al-fatihah
2.             Kemudian mengatakan kepada yang dibai’at; katakan:
a.      astaghfirullah, astaghfirullah,astaghfirullahal ‘adhiim, alladzii laailaaha illa huwal hayyul qoyyuum waatubu ilaiik. (saya memohon ampun kepada allah, saya mohon ampuan kepada allah, saya mohon ampunan kepada allah yang maha agung, yang tiada tuhan kecuali dia, yang maha hidup lagi maha kokoh, dan saya bertaubat kepada-nya).
b.      asyhadu allaha wa malaaikatahu wa rasulahu wa wa anbiyaa ahu wal hadliriina min kholqihi annii taaibun ilaa allah ta’aala. (saya persaksikan kepada allah, para malaikat-nya, para rasul dan nabinya, serta semua yang hadir dari makhluk-makhluk allah, bahwa saya telah bertaubat kepada allah swt).
c.       uhillull halaala wa uharrimul haraama, wa ulaazimudz-dzikro, wat thoo’ata bi qodril istithoo’ah. (saya akan halalkan yang halal, akan saya haramkan yang hara, akan saya lazimkan dzikir  dan ta’at sebatas kemampuan saya).

3.             Syekh berdo’a secara sirri: yaa waahidu yaa majiid infahnaa minka binafhatikhoirin 3x.(wahai yang maha esa dan yang maha mulia, hembuskanlah kebaikan dari-mu  kebaikan untuk kami 3x)

4.             Kemudian syekh berkata: katakan: syekh dan guru kami adalah syekh abdul qodir al-jailani, saya rela beliau menjadi syekh saya.para gurunya adalah juga guru saya dan thoriqahnya adalah thoriqah saya, dan terhadap apa yang saya katakan allahlah sebagai saksinya.

5.             Kemudian keduanya membaca firman Allah berikut ini:

ان الذين يبايعونك انما يبايعون الله يد الله فوق ايديهم فمن نكث فانما ينكث على نفسه ومن اوفى بما عاهد عليه الله فسيؤتيه اجرا عظيما.

“Sesungguhnya orang-orang yang berjanji setia padamu adalah sedang berjanji setia di hadapan allah, tangan allah berada di atas tangan-tangan mereka, maka barang siapa yang melanggar perjanjian tersebut maka akibatnya akan menimpa dirinya sendiri, dan barang siapa yang menepati janjinya maka allah akan memberinya pahala yang agung”.

6.             Kemudian syekh berkata kepada muridnya: “Dengarkan kalimat tauhid yang akan saya katakan ini. Saya akan katakan 3 kali, lalu tirukan “laa ilaaha illa llaah” .
7.             Kemudian setelah murid dapat mengatakan dengan benar, maka nasihatilah ia untuk memperbanyak dzikir tersebut, baik  dalam keadaan berdiri maupun duduk, di tengah malam maupun di ujung-ujungnya waktu siang, dengan memperhatikan hak kalimat tersebut serta hak-hak saudaranya.
8.             Kemudian syekh membaca al-fatihah dan berdo’a untuk muridnya, dengan do’a berikut ini

    


Sejarah Tarekat


Sejarah Munculnya Tarekat di Dunia Islam

Oleh; Kharisudin Aqib al-Faqir.
Jika ditela’ah secara sosiologis dengan lebih mendalam, tampak ada hubungan antara latar belakang lahirnya trend  dan pola hidup sufistik dengan perubahan dan dinamika kehidupan masyarakat. Sebagai contoh adalah munculnya gerakan kehidupan zuhud dan ‘uzlah yang dipelopori oleh Hasan al-Bashri (110 H.) dan Ibrahim Ibn Adham (159 H.). Gerakan ini muncul sebagai reaksi terhadap pola hidup hedonistik (berfoya-foya), yang dipraktekkan oleh para pejabat Bani Umayyah.[1] Demikian juga berkembangnya tasawuf  filosofis yang dipelopori oleh Abu Mansur Al-Hallaj (309 H.). dan Ibn Arabi (637 H.), tampaknya tidak bisa terlepas dari adanya pengaruh gejala global masyarakat Islam, yang cenderung tersilaukan oleh berkembangnya pola hidup rasional. Hal ini merupakan pengaruh berkembangnya filsafat dan kejayaan para filosof peripatetik, seperti; al-Kindi, Ibn Sina, Al-Farabi, dan lain-lain.[2]
Demikian juga halnya, munculnya gerakan tasawuf sunni yang dipelopori oleh al-Qusyairi, al-Ghazali dan lain-lain, juga tidak terlepas dari dinamika masyarakat Islam pada saat itu. Mereka banyak mengikuti pola kehidupan sufistik yang menjauhi syari’at, dan tenggelam dalam keasikan filsafatnya.[3]Sehingga sebagai antitesanya, munculah gerakan kembali ke syari’at dalam ajaran tasawuf, yang dikenal dengan istilah tasawuf sunni.
Adapun tarekat, sebagai gerakan kesufian populer (massal), sebagai bentuk terakhir gerakan tasawuf, tampaknya juga tidak begitu saja muncul. Kemunculannya tampaknya lebih dari sebagai tuntutan sejarah, dan latar belakang yang cukup beralasan, baik secara sosiologis, maupun politis pada waktu itu.
Setidaknya ada dua faktor yang menyebabkan lahirnya gerakan tarekat pada masa itu, yaitu faktor kultural dan struktur.[4] Dari segi politik, dunia Islam sedang mengalami krisis hebat. Di bagian barat dunia Islam, seperti : wilayah Palestina, Syiria, dan Mesir menghadapi serangan orang-orang Kristen Eropa, yang terkenal dengan Perang Salib. Selama lebih kurang dua abad (490-656 H. / 1096-1258 M.) telah terjadi delapan kali peperangan yang dahsyat.[5]
Di bagian timur, dunia Islam menghadapi serangan Mongol yang haus darah dan kekuasan. Ia melahap setiap wilayah yang dijarahnya. Demikian juga halnya di Baghdad, sebagai pusat kekuasaan dan peradaban Islam. Situasi politik kota Baghdad tidak menentu, karena  selalu terjadi perebutan kekuasan di antara para Amir (Turki dan Dinasti Buwihi).[6] Secara formal khalifah masih diakui, tetapi secara praktis penguasa yang sebenarnya adalah para Amir dan sultan-sultan. Keadaan  yang buruk ini disempurnakan (keburukannya) oleh Hulagu Khan yang memporak porandakan pusat peradaban Umat Islam (1258 M.).[7]
Kerunyaman politik dan krisis kekuasaan ini membawa dampak negatif bagi kehidupan umat Islam di wilayah tersebut. Pada masa itu umat Islam mengalami masa disintegrasi sosial yang sangat parah, pertentangan antar golongan banyak terjadi, seperti antara golongan sunni dengan syi’ah, dan golongan Turki dengan golongan Arab dan Persia. Selain itu ditambah lagi oleh suasana banjir yang melanda sungai Dajlah yang mengakibatkan separuh dari tanah Iraq menjadi rusak. Akibatnya, kehidupan sosial merosot. Keamanan terganggu dan kehancuran umat Islam terasa di mana-mana.[8]
                Dalam situasi seperti itu wajarlah kalau umat Islam berusaha mempertahankan agamanya dengan berpegang pada doktrinnya yang dapat menentramkan jiwa, dan menjalin hubungan yang damai dengan sesama muslim.[9]
Masyarakat Islam memiliki warisan kultural dari ulama sebelumnya yang dapat digunakan, sebagai pegangan yaitu doktrin tasawuf, yang merupakan aspek kultural yang ikut membidani lahirnya gerakan tarekat pada masa itu. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah kepedulian ulama sufi, mereka memberikan pengayoman masyarakat Islam yang sedang mengalami krisis moral yang sangat hebat (ibarat anak ayam kehilangan induk). Dengan dibukanya ajaran tasawuf kepada orang awam, secara praktis lebih berfungsi sebagai psikoterapi yang bersifat massal. Maka kemudian banyak orang awam yang memasuki majelis dzikir dan halaqah-nya para sufi, yang lama kelamaan berkembang menjadi suatu kelompok tersendiri (eksklusif) yang disebut dengan tarekat.
Di antara ulama sufi yang kemudian memberikan pengayoman kepada masyarakat umum untuk mengamalkan tasawuf secara praktis (tasawuf ‘amali), adalah Abu Hamid Muhammad al-Ghazali (w. 505 H./1111 M.)[10]. Kemudian menurut Al-Taftazani diikuti oleh ulama’ sufi berikutnya seperti  syekh Abd. Qadir al – Jailani dan Syekh Ahmad ibn Ali al-Rifa’i. Kedua tokoh sufi tersebut kemudian dianggap sebagai pendiri Tarekat Qadiriyah dan Rifa’iyah yang tetap berkembang sampai sekarang.[11]
Menurut Harun Nasution sejarah perkembangan tarekat secara garis besar melalui tiga tahap yaitu : tahap khanaqah, tahap thariqah dan tahap tha’ifah.
a.Tahap khanaqah
Tahap khanaqah (pusat pertemuan sufi), dimana syekh mempunyai sejumlah murid yang hidup bersama-sama dibawah peraturan yang tidak ketat, syekh menjadi mursyid yang dipatuhi. Kontemplasi dan latihan-latihan spiritual dilakukan secara individual dan secara kolektif. Ini terjadi sekitar abad X M. Gerakan ini mempunyai masa keemasan tasawuf.
b. Tahap thariqah
Sekitar abad XIII M. di sini sudah terbentuk ajaran-ajaran, peraturan dan metode tasawuf. Pada masa inilah muncul pusat-pusat yang mengajarkan tasawuf dengan silsilahnya masing-masing. Berkembanglah metode-metode kolektif baru untuk mencapai kedekatan diri kepada Tuhan. Disini tasawuf telah mencapai kedekatan diri kepada Tuhan, dan disini pula tasawuf telah mengambil bentuk kelas menengah.
c. Tahap tha’ifah
Terjadinya pada sekitar abad XV M. Di sini terjadi transisi misi ajaran dan peraturan kepada pengikut. Pada masa ini muncul organisasi tasawuf yang mempunyai cabang di tempat lain. Pada tahap tha’ifah inilah tarekat mengandung arti lain, yaitu organisasi sufi yang melestarikan ajaran syekh tertentu. Terdapatlah tarekat-tarekat seperti Tarekat Qadiriyah, Tarekat Naqsyabandiyah, Tarekat Syadziliyah dan lain-lain.[12]
Sebenarnya, munculnya banyak tarekat dalam Islam pada garis besarnya sama dengan latar belakang munculnya banyak madzhab dalam figh dan banyak firqah dalam ilmu kalam.[13] Di dalam kalam berkembang madzhab-madzhab yang disebut dengan firqah, seperti : khawarij, Murji’ah, Mu’tazilah, Asy’ariyah dan Maturidiyah. Di sini istilah yang digunakan bukan mazhab tetapi firqah, di dalam figh juga berkembang banyak firqah yang disebut dengan madzhab seperti madzhab Hanafi, Maliki, Hanbali, Syafi’i, Zhahiri dan Syi’i. Di dalam tasawuf juga berkembang banyak madzhab, yang disebut dengan thariqah. Thariqah dalam tasawuf jumlahnya jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan perkembangan madzhab dan firqah dalam fiqh dan kalam[14], oleh karena itu dapat dikatakan bahwa tarekat juga memiliki kedudukan atau posisi sebagaimana madzhab dan firqah-firqah tersebut di dalam syari’at Islam.


[1] Harun Nasution, Filsafat dan Mistisisme dalam Islam, Jakarta : Bulan Bintang, 1973, h.64.
[2]Ibrahim Madkour, Fi al-Falsafat al-Islamiyah: Manhaj wa Tathiquhu, diterjemahkan oleh Yudian Wahyudi Asmin dengan judul; Aliran Teologi dan Filsafat  Islam , Jakarta : Bumi Aksara, 1995, h. 101.
[3] Ibid., h. 103.
[4]Ahmad Tafsir, “Tarekat dan Hubungannya dengan Tasawuf”, dalam Harun Nasution (ed.), Thoriqot Qadiriyah Naqsyabandiyah : Sejarah, Asal-usul dan Perkembangannya, Tasikmalaya: IAIIM, 1990,  h. 28.
[5] K. Ali, A Study of Islamic History, Delhi : Idarat Adabi. 1990,  h. 273).
[6]Hasan Ibrahim Hasan, Islamic History and Culture From 632 – 1968 M, diterjemahkan oleh Djahdan Human (ed) dengan judul : Sejarah dan Kebudayaan Islam , Yogyakarta : Kota Kembang, 1989, h. 245 – 266.
[7] Harun Nasution, Islam ditinjau, jilid I, op. cit, h. 79.
[8] K. Ali, op. cit, h. 134-135.
[9]Mereka banyak berkumpul dengan para al-’ulama al Shalihin banyak puasa, membaca Al-Quran, dan dzikir serta mengasingkan diri dari keramaian duniawi yang diyakini sebagi obat penentram jiwa. Baca Abu Bakar al-Makky, Kifayat al-Atqiya’ wa Minhaj al-Ashfiya’ ,Surabaya : Sahabat Ilmu, t.h. 49-51.
[10] Abu Hamid Muhammad al-Ghazali, Ihya’ Ulum al-Din, jilid III, Kairo : Mustafa al-Bab al Halabi, 1334 .H., h. 16-20, dan baca karya-karya yang lain.
[11]Al-Taftazani, Sufi dari Zaman ke Zaman, Bandung : Pustaka, 1974, h. 234.
[12]Saifulah Muzani (Ed), Islam Rasional : Gagasan dan Pemikiran Prof. DR. Harun Nasution , Bandung : Mizan, 1996, h. 366.
[13]Harun Nasution, Akal dan Wahyu dalam Islam, Jakarta: UI-Press, 1982, h. 35.
[14]M. Th. Houstma, A.J. Weinsinck, et al. (ed), Encyclopaedia of Islam, Leiden : E.J. Brill, 1987, h. 669.